Penelitian Bayi Genetika Resmi Dihentikan Penelitinya Tidak Boleh Melanjutkan Lagi
Penelitian bayi genetika artinya bayi ini hasil rekayasa bukan alami, otoritas Cina telah menghentikan penelitian yang dilakukan ilmuwan yang mengklaim telah menciptakan bayi hasil rekayasa genetika pertama di dunia. Pemerintah Cina akan menginvestigasi penelitian tersebut.
Awal pekan ini, He Jiankui memicu gelombang amarah ketika ia mengatakan dalam sebuah konferensi rekayasa genetika bahwa ia telah merekayasa gen sepasang bayi perempuan kembar agar imun terhadap HIV.
Klaim tersebut belum terkonfirmasi, namun jika benar merupakan pelanggaran terhadap peraturan ketat terkait pemanfaatan rekayasa genetika pada manusia. Pihak universitas tempat Profesor He melakukan penelitiannya menyatakan bahwa mereka tak tahu menahu perihal eksperimen yang dilakukan sang profesor.
The Southern University of Science and Technology di Shenzhen menyatakan bahwa He tengah dalam masa cuti tak dibayar. Mereka pun akan menginvestigasi klaim sang profesor. Kementerian Ilmu Pengetahuan Cina mengatakan bahwa mereka telah "meminta organisasi itu untuk menghentikan aktivitas ilmiah orang yang bersangkutan."
Komisi Kesehatan Nasional Cina telah menyatakan bahwa penelitian Profesor He "telah secara serius melanggar hukum, peraturan dan standar etika Cina" dan bahwa mereka akan menginvestigasi klaim tersebut.
Profesor He mengklaim telah mengubah DNA embiro sepasang bayi perempuan kembar bernama Lulu dan Nana, dengan maksud mencegah keduanya terkena HIV.
Dalam konferensi rekayasa genetika manusia di Universitas Hong Kong, ia menyatakan bahwa kedua bayi lahir dengan normal dan sehat, dan perkembangannya akan dimonitor selama 18 tahun ke depan.
Ia menyatakan bahwa ia mendanai sendiri eksperimen tersebut dan mengakui bahwa universitasnya tak tahu menahu soal penelitian tersebut.
Profesor He juga mengumumkan bahwa delapan pasangan - yang tediri dari para ayah pengidap HIV positif dan para ibu dengan HIV-negatif - secara sukarela mendaftarkan diri mereka untuk ikut dalam eksperimen itu. Salah satu pasangan lalu memutuskan mundur, tapi ada pasangan lain yang kemungkinan tengah hamil muda dengan embrio yang gennya telah direkayasa.
He menyebut bahwa penelitiannya telah didaftarkan ke jurnal ilmiah untuk dikaji, meski ia tidak menyebut jurnal mana yang dimaksud. Ia juga banyak mengelak saat ditanya soal rincian lainnya, termasuk nama-nama para pakar yang ia klaim telah memeriksa penelitiannya dan memberikan masukan.
Peralatan rekayasa genetika The Cripsr yang oleh He disebut digunakan bukan hal baru di dunia sains. Peralatan itu pertama kali dibuat tahun 2012. Cara pemakaiannya yaitu dengan menggunakan "gunting molekul" untuk memodifikasi helai DNA tertentu - entah memutus, mengganti atau menjepitnya.
Rekayasa genetika diperkirakan dapat bantu menghindari penyakit turunan dengan menghapus atau mengubah kode genetika bermasalah pada embrio.
Meski demikian, para pakar khawatir modifikasi gen pada embrio dapat membahayakan, bukan hanya bagi bayi tersebut, tapi juga bagi generasi berikutnya yang mewarisi perubahan genetika serupa.
Ratusan ilmuwan, baik di Cina maupun dari seluruh dunia, serentak mengutuk klaim He. Profesor Julian Savulescu, pakar etika Universitas Oxford, menyatakan bahwa bila klaim itu benar, "ini adalah eksperimen yang sangat buruk."
"Rekayasa genetika sendiri bersifat eksperimental dan masih berkaitan dengan mutasi yang meleset, yang bisa menyebabkan masalah genetik sejak dini hingga di kemudian hari, termasuk tumbuhnya sel kanker," ujarnya kepada BBC.
"Eksperimen ini justru menempatkan anak-anak yang normal dan sehat dalam bahaya terkena risiko penyuntingan gen, tanpa manfaat yang berarti."
Selain itu, banyak negara termasuk Inggris memiliki peraturan yang mencegah praktik modifikasi gen pada embrio untuk kepentingan reproduksi bantuan pada manusia.
Ilmuwan diperbolehkan melakukan penelitian rekayasa genetika pada embrio hasil bayi tabung yang tak digunakan, asalkan embrio-embrio hasil eksperimen tersebut langsung dihancurkan, dan tidak digunakan untuk dikembangkan menjadi bayi.
Menurut Deputi Menteri Sains dan Teknologi Cina Xu Nanping, Cina mengizinkan penelitian sel punca embrio bayi tabung maksimal selama 14 hari saja.
Awal pekan ini, He Jiankui memicu gelombang amarah ketika ia mengatakan dalam sebuah konferensi rekayasa genetika bahwa ia telah merekayasa gen sepasang bayi perempuan kembar agar imun terhadap HIV.
Klaim tersebut belum terkonfirmasi, namun jika benar merupakan pelanggaran terhadap peraturan ketat terkait pemanfaatan rekayasa genetika pada manusia. Pihak universitas tempat Profesor He melakukan penelitiannya menyatakan bahwa mereka tak tahu menahu perihal eksperimen yang dilakukan sang profesor.
The Southern University of Science and Technology di Shenzhen menyatakan bahwa He tengah dalam masa cuti tak dibayar. Mereka pun akan menginvestigasi klaim sang profesor. Kementerian Ilmu Pengetahuan Cina mengatakan bahwa mereka telah "meminta organisasi itu untuk menghentikan aktivitas ilmiah orang yang bersangkutan."
Komisi Kesehatan Nasional Cina telah menyatakan bahwa penelitian Profesor He "telah secara serius melanggar hukum, peraturan dan standar etika Cina" dan bahwa mereka akan menginvestigasi klaim tersebut.
Profesor He mengklaim telah mengubah DNA embiro sepasang bayi perempuan kembar bernama Lulu dan Nana, dengan maksud mencegah keduanya terkena HIV.
Dalam konferensi rekayasa genetika manusia di Universitas Hong Kong, ia menyatakan bahwa kedua bayi lahir dengan normal dan sehat, dan perkembangannya akan dimonitor selama 18 tahun ke depan.
Ia menyatakan bahwa ia mendanai sendiri eksperimen tersebut dan mengakui bahwa universitasnya tak tahu menahu soal penelitian tersebut.
Profesor He juga mengumumkan bahwa delapan pasangan - yang tediri dari para ayah pengidap HIV positif dan para ibu dengan HIV-negatif - secara sukarela mendaftarkan diri mereka untuk ikut dalam eksperimen itu. Salah satu pasangan lalu memutuskan mundur, tapi ada pasangan lain yang kemungkinan tengah hamil muda dengan embrio yang gennya telah direkayasa.
He menyebut bahwa penelitiannya telah didaftarkan ke jurnal ilmiah untuk dikaji, meski ia tidak menyebut jurnal mana yang dimaksud. Ia juga banyak mengelak saat ditanya soal rincian lainnya, termasuk nama-nama para pakar yang ia klaim telah memeriksa penelitiannya dan memberikan masukan.
Peralatan rekayasa genetika The Cripsr yang oleh He disebut digunakan bukan hal baru di dunia sains. Peralatan itu pertama kali dibuat tahun 2012. Cara pemakaiannya yaitu dengan menggunakan "gunting molekul" untuk memodifikasi helai DNA tertentu - entah memutus, mengganti atau menjepitnya.
Rekayasa genetika diperkirakan dapat bantu menghindari penyakit turunan dengan menghapus atau mengubah kode genetika bermasalah pada embrio.
Meski demikian, para pakar khawatir modifikasi gen pada embrio dapat membahayakan, bukan hanya bagi bayi tersebut, tapi juga bagi generasi berikutnya yang mewarisi perubahan genetika serupa.
Ratusan ilmuwan, baik di Cina maupun dari seluruh dunia, serentak mengutuk klaim He. Profesor Julian Savulescu, pakar etika Universitas Oxford, menyatakan bahwa bila klaim itu benar, "ini adalah eksperimen yang sangat buruk."
"Rekayasa genetika sendiri bersifat eksperimental dan masih berkaitan dengan mutasi yang meleset, yang bisa menyebabkan masalah genetik sejak dini hingga di kemudian hari, termasuk tumbuhnya sel kanker," ujarnya kepada BBC.
"Eksperimen ini justru menempatkan anak-anak yang normal dan sehat dalam bahaya terkena risiko penyuntingan gen, tanpa manfaat yang berarti."
Selain itu, banyak negara termasuk Inggris memiliki peraturan yang mencegah praktik modifikasi gen pada embrio untuk kepentingan reproduksi bantuan pada manusia.
Ilmuwan diperbolehkan melakukan penelitian rekayasa genetika pada embrio hasil bayi tabung yang tak digunakan, asalkan embrio-embrio hasil eksperimen tersebut langsung dihancurkan, dan tidak digunakan untuk dikembangkan menjadi bayi.
Menurut Deputi Menteri Sains dan Teknologi Cina Xu Nanping, Cina mengizinkan penelitian sel punca embrio bayi tabung maksimal selama 14 hari saja.
Penelitian Bayi Genetika Resmi Dihentikan Penelitinya Tidak Boleh Melanjutkan Lagi
Reviewed by Kendawangan
on
3/21/2019 11:31:00 AM
Rating: